Sekar yang Malang

Saya adalah seorang guru bahasa Indonesia di salah satu SMP swasta di daerah Gunung Sindur. Sudah hampir 3 tahun saya mengabdi di sana. Tahun ke tahun pasti saya menemukan siswa-siswi yang berbeda maupun sama sifat dan tingkah lakunya. Ada yang mudah diatur bahkan sulit diatur. Ya namanya juga seorang guru, jika tidak ada siswa yang sulit diatur mungkin belum bisa disebut guru jika belum berhadapan dengan para siswa sepeti itu.

Seiring berjalannya waktu, tak terasa saya hampir mengabdi 3 tahun di sana. Setiap bulan Juli pertengahan setiap sekolah pasti memiliki siswa yang baru masuk, ya bisa dibilang sebagai pengganti yang sudah terlepas di sekolah. Ya, itu siswa baru yang setiap tahunnya pasti lahir dan hadir di sekolah. Pada tahun ini sekolah saya hanya menerima 2 kelas, sebenarnya bisa lebih hanya karna kurangnya ruangan jadi kami hanya cukup membuat dua kelas saja.

Waktupun telat tiba saatnya saya bangun dari istirahat yang panjang, tak panjang sih, wong cuma 2 minggu. Ya, tiba saatnya mengajari anak-anak orang he he he... Kali ini saya harus berhadapan dengan anak-anak yang sebelumya belum pernah saya temui dan diajarkan. Tinggal selangkah lagi saya melangkah menuju ruang kelas. Rasa guguppun hadir dalam benak, maklumlah ya pertama kali bertemu mereka. Saya pun dengan manisnya masuk ruang kelas dan dengan manisnya duduk di kursi yang sudah tersedia di kelas. Saya perhatikan sekitar kelas, ya benar tidak satupun yang saya kenal. Demikian juga mereka belum kenal dengan saya.

Seperti biasa jika hari perdana sekolah, ritualnya ya belum melaksanakan kegiatan belajar mengajar, biasanya ya kami hanya berkenalan satu persatu. Mulai dari mengenalkan nama, alamat rumah, dan dari Sekolah Dasar mana. Satu persatu mereka pun berkenalan dengan wajah yang malu-malu. Selesai mereka memperkenalkan diri, ya selanjutnya giliran saya yang memperkenalkan diri. Biasanya sih jika saya sudah memperkenalkan diri, saya selalu melontarkan pertanyaan seperti ini "Apakah ada yang ditanyakan?". Biasanya sih pasti ada saja salah satu siswa yang bertanya mengenai status " Bapak sudah menikah?" tanyanya. Ha ha ha ha, aduh inilah pertanyaan yang tersulit untuk dijawab (dalam hati). Sudahlah lupakan saja hal ini, sebenarnya cerita ini bukan menceritakan tentang awal mengajar di kelas tujuh sih, ya sudah lupakan, saatnya fokus kembali ke tema yang akan dibuat. Sebenarnya sih di awal cerita belum dijelaskan sama sekali temanya apa he he he... Oke saya akan cerita mengenai tema dalam ceita ini.

Seperti biasa, jika ada materi tentang cerita dongeng, cerpen atau kutipan novel, pasti saya akan menugaskan kepada seluruh siswa untuk membaca secara bergantian. Ya hal ini mungkin biasa, tapi kegiatan ini yang membuat para siswa tertarik untuk membaca dan bisa memahami maksud dari cerita tersebut. Saatnya memulai untuk membaca sebuah dongeng. Saya lupa judul dongengnya apa, yang pasti ceritanya menarik. Saya pun menujuk seorang siswa untuk membaca paragraf pertama. Setiap siswa yang ditujuk, akan membaca satu paragraf. Setelah saya menunjuk seorang siswa yang sudah lancar membacanya dan dia sudah selesai membaca paragraf pertama (sebut saja namanya Mawar he he he). Selanjutnya saya kan menunjuk siswa yang lain.

Tangan ini pun tertuju kepada siswi yang duduk paling belakang. Sebut saja namaya Sekar, terlihat raut mukanya malu-malu untuk membaca, beberapa kali ia menolak untuk membaca. Saya pun terus memaksa dia untuk membaca tapi tetap saja menolak, ya saya pikir sih mungkin dia malu untuk membacanya. Akhirnya saya pun menunjuk siswa yang lain.

Pertemuan selanjutnya materi yang diajarkan masih mengenai dongeng, tak bisa dipungkiri pasti akan bertemu dengan teks dongeng. Ya betul sekali dugaannya, seperti biasa saya akan melakukan membaca secara bergantian. Kali ini saya masih mengagumi si Sekar untuk membaca pertama teks dongeng tersebut. Lagi-lagi iya menolak untuk membaca. Karena saya pun tak mau memaksa karena takut anaknya menangis atau apalah, jadi saya melupakan dia sejenak. Tapi pada saat saya menunjuk siswa yang lain terdengan celetukan dari seorang siswa bahwa si Sekar itu membacanya belum lancar. Sambil menunjuk siswa yang akan membaca teks selanjutnya saya menghampiri Sekar dan sambil berbisik, "coba di rumah harus rajin-rajin membaca ya" bisikku. Iya hanya menggerakkan kepalanyanya saja, sebagai petanda bahwa iya akan melakukannya.

Tak terasa kegiatan belajar mengajar tahun ini sudah hampir berjalan tiga bulan. Biasanya jika kegiatan belajar mengajar sudah berjalan tiga bulan, maka akan dilaksanakan Ujian Tengah Semester atau yang sering disebut UTS. Dalam kegiatan ini para siswa akan diuji ketercapaian belajarnya selama tiga bulan. Mereka akan menghadi soal-soal yang sudah disediakan oleh para guru.

UTS pun dimulai, seperti biasa saya mendapatkan jadwal mengawas. Saya mendapatkan jadwal mengawas hari Selasa, Kamis dan Jumat. Karena hari Selasa saya masih di Pekalongan, jadi hari tersebut digantikan oleh guru lain, biasanya sih yang selalu menggantikan guru yang berhalangan hadir Bu Hanun he he he... Hari Kamis pun tiba, padahal pukul setengah enam baru sampai rumah, intinya saya baru pulang dari Pekalongan. Karena sudah izin satu hari, mau tak mau hari ini pun harus datang, dengan mata yang berat untuk dibuka dan berwarna merah saya pun memaksakan diri untuk datang ke sekolah.

Sesampainya di sekolah, dan memang saya datangnya pas sekali dengan jam masuk sekolah, jadi saya pun langsung bergegas untuk mengambil soal-soal ujian. Saya mendapatkan di ruang 03, sesampainya di sana saya langsung membagikan soal kepada seluruh siswa. Mata pelajaran yang diujikan hari ini yaitu Bahasa Inggris. Siswa pun mulai mengerjakan soal.

Tak terasa waktu bergulir dengan cepat, waktu mengerjakan soal tinggal menghitung menit saja. Sudah ada beberapa murid yang sudah menyelesaikan soal-soal, dan ada juga beberapa murid yang mulai panik karena belum menyelesaikan menjawab semua soal. Ada yang mulai tengak-tengok sana-sini, ada yang mulai memanggil temannya, dan ada juga yang santai saja mengerjakan. Jujur kalau saya sudah melihat anak yang ribut menyontek, saya langsung bilang "yang menyontek nanti kertasnya saya ambil, bila perlu saya robek dan langsung mendapatkan nilai nol" ujarku. Sontak suara ramai para siswa mulai mereda.

Bel pun berbunyi menandakan ulangan hari ini telah selesai. Siswa yang sudah selesai mulai mengumpulkan lembar jawabannya di meja pengawas, dan satu persatu keluar ruangan. Namun berbeda dengan Sekar dan Wiro, dia masih santai saja mengerjakan soal, tidak terlihat panik dan tak menghiraukan teman-temannya yang sudah keluar ruangan. Tapi saya memberikan waktu untuk mereka agar menyelesaikan semua soal. Tak lama Wiro pun sudah menyelesaikan soalnya, tersisa Sekar yang masih duduk manis di tempat duduknya. Saya masih setia menunggu, dan tak lama iya pun menyelesaikan soal tersebut. Ia pun menghampiri saya di depan kelas, dan mengumpulkan kertas jawaban. Namun iya tak langsung ke luar ruangan.

Tak seperti biasanya, ia mengobrol  dengan saya. Ya memang kalau di kelas kan ia sangat pendiam dan pemalu. Ia pun mulai mengeluarkan ujaran-ujaran di dalam alat bicaranya. "Pak saya boleh bicara sesuatu gak?, tapi Bapak jangan bilang sama teman-teman dan guru yang lain ya?"ujar Sekar. "Memang kamu mau bicara apa, sampai teman-teman kamu dan guru-guru tidak boleh tahu", ujarku. "Tapi Bapak janji ya tidak bilang dengan siapa-siapa ya? Jadi gini loh Pak, sebenarnya selama ini saya belum bisa membaca, makanya saya sering menolak jika Bapak menyuruh saya membaca", ujarnya. "Iya janji, oh jadi begitu, ya walaupun kamu membacanya masih belum lancar tak apa-apa ko, yang penting masih bisa, kan saya selalu bilang sama kamu, coba di rumah sering baca buku supaya membaca kamu lebih tambah lancar" ujarku. "Pak sebenarnya bukan begitu, tapi saya memang belum bisa membaca sama sekali", ujarnya. Hati saya pun langsung terketuk, dalam hati masa sih anak kelas 7 masih belum bisa membaca? waktu duduk di Sekolah Dasar dan menghabiskan waktu 6 tahun, ngapain aja?. "Hah, benar sama sekali belum bisa baca? memang di rumah orang tua atau kakak kamu tak mengajarkan membaca?" ujarku. "Benar Pak, orang tua saya sibuk bekerja, kakak saya pun sama, malah adik saya sudah bisa membaca, jadi saya minta Bapak untuk mengajarkan saya membaca mulai dari huruf abjad soalnya saya belum hafal semua huruf abjad" ujarnya. Wajahnya terlihat sangat sedih sekali. "Jadi begitu ya, sulit juga sih kalau tidak ada yang membantumu di rumah, jadi kamu minta saya untuk mengajarkan kamu, kalau saya sih bisa-bisa saja cuma mungkin yang menjadi halangan waktu saja, paling saya bisa mengajarkan kamu di hari Selasa dan Kamis saja", ujarku. "Iya Pak tidak apa-apa, yang penting Bapak bisa mengajarkan saya membaca. Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih ya Pak" ujarnya. "Iya sama-sama, tapi mulainya jangan di minggu-minggu ini ya soalnya banyak kerjaan koreksian soal UTS, mungkin mulai di minggu depan kita mulai belajar membaca", ujarku. "Iya Pak tidak apa-apa, kalo begitu saya pamit pulang ya Pak, Wassalamu'alaikum" ujarnya. "Iya, Waalaikum salam" ujarku. Iya pun langsung menghilang dari pandanganku. Saya pun langsung ke luar ruangan dan menuju ruang guru untuk menyerahkan lembar jawaban siswa.

Karena ujian hari ini sudah selesai, saya pun bergegas untuk pulang. Di sepanjang perjalanan saya masih kepikiran dengan si Sekar, bagaimana bisa dia sudah kelas 7 masih belum bisa membaca sama sekali. Terus selama 6 tahun ngapain aja, guru-gurunya kemana? apakah mereka tidak mengajarkan atau mereka gak memperhatikan anak ini, terus fungsinya sebagai guru apa? masa ada siswa yang belum bisa membaca dibiarkan saja?. Kalau bisa membaca terus kalau membaca soal ujian anak ini bagaimana? cuma ngasal jawab saja, atau melakukan hal yang lain. Membaca itu sangatlah penting dalam proses belajar mengajar. Dan orang tuanya mana? Mana peran orang tua kepada anaknya seharusnya sebagai orang tua bisa mengajarkan membaca dan memperhatikan anaknya.


Kalau menurutku, jika anak itu tidak bisa membaca dan pada saat menjawab soal ujian mungkin iya menjawabnya dengan asalnya. Terus hasil nilainya bagaimana? Saya agak meragukan tentang nilainya, mungkin bisa saja nilanya anak ini rendah, dan mungkin bisa saja iya tidak naik kelas. Nah kalau memang dia harusnya tidak naik kelas, terus kenapa harus dinaikkan ke kelas yang lebih tinggi. Terkadang hal yang tidak saya sukai di pedidikan di negeri ini yaitu, ada anak yang belum berhasil dalam belajarnya tetap saja dinaikkan, atau orang tuanya memberikan amplop kepada pihak sekolah supaya anaknya dinaikkan.

Coba lihat negara lain, jika ada anak yang memang harus tinggal kelas, ya harus tinggal di kelas dan orang tua pun harus menerima lapang dada. Jadi si Sekar adalah contohnya dimana siswa ini dipaksa untuk naik kelas, sebenarnya bukan dia saja sih, pasti ada saja di sekolah-sekolah lain melakukan hal itu. Oh iya saya pun jadi teringat dengan peraturan dari dinas atau pemerintah, dimana dalam sebuah raport nilai anak tak boleh ada yang di bawah KKM. Hello, ini sungguh tak adil, gimana dengan anak-anak yang serius belajar, iya rela belajar dengan keras untuk mendapatkan nilai yang bagus, tapi ini anak yang tidak bisa sama sekali yang seharusnya mendapatkan nilai yang di bawah KKM nilainya harus dinaikkan. Terkadang miris melihat pendidikan di negeri ini, anadaikan kita bisa meniru pendidikan negara lain. Mungkin di negara kita akan merlahirkan siswa-siswa yang berhasil dan negara kita akan maju jika proses belajar siswa di negara kita tidak dimanupulasi dengan sistem nilai yang bohongan dan anak dipaksa untuk naik kelas. Jadi yang salah siapa Orang tua kah atau guru yang menyebabkan si Sekar tidak bisa membaca sama sekali?. 

Eh, kko jadinya curhat ya ha ha ha... Maaf soalnya terkadang gereget juga kalau membicarakan pendidikan di negeri ini. Okay, kembali lagi mengenai si Sekar. Mulai minggu depan saya akan membantu dia untuk belajar membaca dari awal yaitu huruf abjad. Semoga saya bisa membantu Sekar untuk bisa membaca dengan lancar dan saya mempunyai waktu yang lebih banyak lagi untuk membantu anak ini. Okay, sudah dulu ya cerita kali ini.


Penulis:
Muhamad Romli



_________________________
Image credit : shutterstock.com

Share this:

Post a Comment

Salam, Pemuda!
Saatnya yang Muda yang Bicara!


Terima kasih telah berkunjung, silakan berkomentar :)

*Segala hal yang berkaitan dengan tulisan dalam website ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis tersebut sesuai yang tertera di bagian awal atau akhir tulisan.

________

// MudaBicara is one of Youth Community or Non-Profit Organization in Indonesia. We strive to provide a place for young people to voice ideas and literary works //

 
Copyright © MudaBicara! - Youth Community | Designed by OddThemes