Saat senja menghampiri ada harapan setelah gelap itu ada, esok akan ada fajar yang duduk menunggu didepan gerbang menemani berjalan menyusuri jalan setapak yang terkadang membutuh pegangan untuk menopang jika terpeleset dan akhirnya jatuh.
Fajar yang ditunggu tenyata bukan fajar dipagi hari melainkan senja yang tenggelam bersama matahari dan memunculkan kegelapan.
Sore itu, bersamaan dengan rintik-rintik hujan ada pelangi di rumahku, pelangi yang aku tunggu hampir selama empat tahun, aku tidak pernah peduli pelangi itu milik siapa dan akan bertahan atau menghilang. Aku hanya mengerti empat tahun lalu pelangi itu berkenalan denganku mengajariku bagaimana warna-warni keindahan itu dapat diciptakan, bagimana refleksi sebuah biasan cahaya menjadi begitu indah, pelangi yang aku hampir melihatnya selalu dari kejauhan sekarang datang mendekat denganku, bahkan dekat hanya 3 langkah kaki aku berdampingan dengannya. Aku hampir lupa dengan sebuah janji diujung hari perjalanan liburanku, saat itu pelangi berjanji memberikan salah satu warnanya untuk ku, untuk aku miliki agar mengingatnya, pelangi itu juga berjanji dalam setiap rintik hujan kita harus menyempatkan bertemu menyapa dan bercanda gurau, bahkan aku diperbolehkan saat petir menghantam langit aku bercerita dengan pelangi tapi nanti setelah hujan benar-benar deras dan terdapat pelangi disitu, diujung jalan yang tak pernah ada ujungnya, diatas awan yang tidak pernah menyempit, dan pelangi tidak pernah datang untuk semua janji itu.
Dalam dekapan senja yang tidak berwana kemerah-merahan, senja diujung sore sehabis hujan pelangi berdekapan dengan ku, dekat sampai aku tau bahawa warna pelangi benar-benar ada tujuh, lengkap tidak hilang, tidak pudar seperti empat tahun lalu yang hanya dapat aku lihat dari kejauhan, menyapanyapun aku sampai lupa bagaimana lelahnya menunggu sepi yang aku harapkan ramai. Aku bahagia sebab pelangi itu datang persis seperti janjinya, dalam perasaan itu entah sampai kapan aku memendamnya, memendam rasa sabar menunggunya sampai detik ini aku bertemu dan aku mengerti ada rasa peduli atas diriku, rasa memiliki dan ingin menjagaku meskipun aku tahu beberapa tahun lalu terlalu banyak hujan tanpa pelangi dalam mataku, hanya bayangan janji saja. Kenyataan yang aku hadapi benar-benar ada tanpa rekayasa. Aku bahagia, benar bahagia seperti pertama aku mengenalnya. Aku ceritakan kegelisahanku, aku ceritakan ketakutanku lalu aku ceritakan sabar dan lelahnya aku menunggu dan pelangi berkata “ selagi aku bisa datang dan menemanimu aku akan datang”
Sore itu datang begitu cepat sampai akhirnya pelangi berpamitan, langit mulai tidak biru lagi, mataku melihatnya kelam. Tapi Aku biarkan dia pergi lalu berkata “jangan datang untuk sebuah kenangan yang hanya menyisakan penasaran yang mendalam “. Dia pergi seketika tanpa sebuah janji apapun, entah janji untuk melindungiku seperti empat tahun lalu, atau janji mengajariku bagaimana warna-warni dalam dirinya begitu indah tanpa menghilangkan apapun. Hanya berkunjung lalu pergi sesuka hati, sampai aku tau pelangiku sepi, tak berucap apapun.
Pelangi itu hanya datang menyapa bukan untuk menetap, menyakitkan memang datang sesuka hati pergi menghilang begitu saja, warna-warninya memang sudah menghilang tapi redup-redup cahayanya masih terlihat diujung langit menjelang gelapnya malam. Hanya menepi bukan berdiam diri, semua hilang di senja yang muncul setelah hujan deras, menghilang, mungkin tidak akan pernah kembali, senja yang aku harapkan memang muncul bersamaan pelangi tapi tidak seperti matahari yang bersinar terang sampai datang kegelapan. Dah akhirnya aku mengerti langit tidak pernah meninggalkan pelangi, meski langit selalu sepi disenja hari mungkin jika ada hujan sesekali pelangi datang tapi tidak selalu seperti itu. Pelangi membawa sepi kembali dalam awal kegelapan diakhir sisa cahaya. Pelangi itu ku sebut sepi sebab ada dan tidak adanya pelangi hanya membuatku berharap kesakitan. Membuatku menunggu senja yang aku harap tidak hanya kemerah-merahan diujung garis yang kulihat tapi warna-warni pelangi. Sampai bertemu sepi yang tidak pernah menemukan kebahagiaan lewat keramaian.
Aku mengerti bukan rasa peduli yang ditunjukan melainkan hanya sepi yang akan memunculkan sepi sepi baru dalam hati, sebab pelangi hanya datang sesekali saja bukan untuk menemani hanya mewarnai langit yang kosong. Sepi dalam kepura-puraan senja itu membekas tepat diujung selipan cahaya matahari. Sepi yang aku katakana sebagai sebuah hal yang tidak akan pernah menghilang. Selalu datang meski tidak sering, sepi itu sepiku diujung senja warna pelangi.
Penulis:
Rifa Nurafia
Rifa Nurafia
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
Post a Comment
Salam, Pemuda!
Saatnya yang Muda yang Bicara!
Terima kasih telah berkunjung, silakan berkomentar :)
*Segala hal yang berkaitan dengan tulisan dalam website ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis tersebut sesuai yang tertera di bagian awal atau akhir tulisan.
________
// MudaBicara is one of Youth Community or Non-Profit Organization in Indonesia. We strive to provide a place for young people to voice ideas and literary works //