Ternyata ada jarak yang tak bisa aku jelaskan, ada ucapan yang tak bisa diucapkan, bahkan ada waktu yang aku harap berbalik dan terpotong dan tak aku lewati peristiwanya. Malam ini langit begitu hitam tanpa bintang, sementara tiba-tiba datang angin datang merusak semuanya. Satu kalimat yang membuat dinding kelopak mata nyaris tak hentinya mengeluarkan buliran. Satu kalimat sederhana yang dibaca lewat status dalam sosial media. Malam ini seisi kamar rasanya menatap dengan keheranan, dengan semua tanya dan rasa kebingungan. Tak mungkin berteriak sebab tak ada yang mengerti mengapa bisa terjadi. Tubuh yang menyender dinding, wajah ditekuk dan ditahan oleh kaki kiri yang dipeluk menjadi fokus di atas kasur. Tak terhindar ada akibat dari satu kalimat sederhana dari sosial media meruntuhkan semuanya. Lebur, hancur, patah, tercecer dan menyakitkan.
“Perempuan bisa apa, bolehkan dia menyatakan perasaan cintanya lantas bertanya pada yang dituju?“
Aku bergumam dengan pantulan diriku di cermin. Menit yang menyakitkan kemudian membawa duka lara, aku baca sepenggal kalimat sederhana dari sosial media. Seperti kata lulus/ tidak lulus pada kertas pengumuman kelulusan Ujian Nasional yang dapat benar-benar membuat prasangka yang aneh-aneh. Tapi kalimat dari sosial media itu benar menusuk dan membuatku patah hati. Meruntuhkan dinding tembok harapan. Aku tidak dapat mencengah tangisan. Semua prasangka tiba-tiba terbayang dalam pikiran setelah aku baca kalimat itu. Prasangka yang menimbulkan aku menarik kesimpulan sendiri tanpa pernah tau kebenarannya. Prasangka yang membuat kelopak mata terus berlinang sampai diriku tak mengerti ada apa dengan perasaan ini. Kalimat yang bermakna dan mengindikasikan ada sesuatu dan seseorang. Dan semua prasangka itu terkumpul menjadi sebuah pisau yang mengiris harapan kemudian membuat pilu. Semua itu membuat aku berfikir untuk mundur dan tak meneruskan kedekatan ini.
Beberapa bulan lalu, perkenalanku dimulai. Seorang yang asing bagiku lantas kemudian menjadi akrab karena saling mengirim pesan lewat sosial media. Memang benar, meski awalnya tak pernah ada rasa, tapi karena terlalu sering dan berinteraksi harapan itu muncul. Tak pernah aku kira semuanya menjadi pedih malam ini. Semua berjalan cepat tanpa bisa aku kendalikan.
Malam ini, semua menjadi hitam dan tak ada arah. Aku mundur. Sepenggal kalimat di sosial media “untukmu” tertulis jelas pada akun sosial media laki-laki itu dengan setangkai bunga mawar. Menyakitkan, padahal malam ini lelaki itu sedang bercekrama denganku lewat dinding hitam bersimbol kotak bertotol lingkaran kecil berjumlah tujuh. Pesan yang selalu terlihat diterima ataupun dibaca. Aku terpaksa mengurung semua prasangka sebelumnya dengan prasangka yang datang secepat kilat malam ini, aku simpulkan bahwa lelaki itu menaruh hati pada perempuan lain. Entahlah, aku benar-benar merasa salah menaruh harapan terlalu dalam. Seolah tak ada kejadian apapun, aku tetap membalas cekraman pesan itu, dan memilukan hati ini. Mengurung semua prasangka ini dalam dekapan lara dan kebingungan entah apa sesungguhnya yang terjadi.
***
Manusia itu tetap menangis, menghujat waktu yang katanya salah menempatkan dirinya pada keadaan malam yang tiba-tiba seperti petir mengangetkan dan membuat ketakutan. Manusia tetap terkadang bersumpah serapah pada kesempatan yang sudah dinikmatinya karena semua angan berubah menjadi menyakitkan. Waktu yang singkat malam ini menjadi pelampiasan atas apa yang sudah dilihat, mulutnya berujar andai, andai, andai, dan andai.
Lantas jika kata “andai” itu berwujud pada kemunduran waktu beberapa menit dan semua pilu yang dianggap menyakitkan tak dijumpai apa akan tetap bahagia dan baik-baik saja? Kemudian manusia itu berangan melewati awan berharap beberapa menit yang sudah dilewati dengan pikiran dan kaitan yang pilu dengan membuat sebuah kata “andai” akan menyebabkan kejadian itu tak dialami dan tak terdeteksi. Kau terkurung dalam prasangka!
Aku harap tak pernah lewat pada alur yang membawaku hingga terdiam dan merenung. Kurungan penjara pikiran semakin kuat setelah sepotong deretan kata yang jika dijabarkan maknanya masih umum namun dalam benakku sudah membuat bulatan tekad bahwa aku tersungkur jatuh pada pengharapan. Pesan singkat dengan sebuah simbol dan tanda yang membuat siapapun yang merasa sedang dekat dan didekati lawan jenis dengan penuh gairah selalu ditunggu. Kalimat “sedang menulis pesan” pada kolom obrolan pesan dalam sosial media dapat membuat sebuah percakapan menjadi mengasyikkan jika si pengirim dan si penerima pesan sedang beriteraksi dengan tanpa jeda dan pesan terkirim sekilat mungkin tanpa perlu mengecek berkali-kali telepon genggam itu dengan kekhawatiran harus menunggu.
Aku selalu senang dengan sebuah obrolan, tapi malam ini aku benci semua kata, semua yang menunjukan dan membuat aku terdiam hanya karena sepenggal kata yang bagiku diperjelas maknanya oleh sebuah gambar. Orang-orang sedang ramai dengan semua kegilaannya mengunggah gambar dengan berbagai deretan kata yang terkadang begitu puitis, tapi tak pernah jelas untuk apa mereka sebenarnya menulis itu. Orang-orang sedang sibuk dengan gambar kemudian menyebarluaskan semuanya. Orang-orang akhir-akhir ini sibuk dengan apa yang ingin diunggahnya tapi mereka lupa dampak apa yang akan ditimbulkan dari tulisan dan unggahan gambar di sosial media itu. Orang-orang tak pernah mengerti bahwa ada seorang yang selalu memperbaharui sebuah informasi dengan melihat sosial media. Mungkin semua yang orang-orang sosial media itu tak semua benar, tak semua selalu berkaitan dengan dirinya. Orang-orang lupa bahwa akan selalu muncul banyak prasangka, akan selalu muncul banyak tanya. Hasil unggahan seorang laki-laki itu menusuk hatiku lantas aku mulai benci menerjemahkan itu sebagai sebuah hal yang biasa saja. Aku kemudian termenung, memikirkan kaitan kata dengan gambar. Aku kemudian berdiskusi dengan bayanganku.
Lantas jika kata “andai” itu berwujud pada kemunduran waktu beberapa menit dan semua pilu yang dianggap menyakitkan tak dijumpai apa akan tetap bahagia dan baik-baik saja? Kemudian manusia itu berangan melewati awan berharap beberapa menit yang sudah dilewati dengan pikiran dan kaitan yang pilu dengan membuat sebuah kata “andai” akan menyebabkan kejadian itu tak dialami dan tak terdeteksi. Kau terkurung dalam prasangka!
Aku harap tak pernah lewat pada alur yang membawaku hingga terdiam dan merenung. Kurungan penjara pikiran semakin kuat setelah sepotong deretan kata yang jika dijabarkan maknanya masih umum namun dalam benakku sudah membuat bulatan tekad bahwa aku tersungkur jatuh pada pengharapan. Pesan singkat dengan sebuah simbol dan tanda yang membuat siapapun yang merasa sedang dekat dan didekati lawan jenis dengan penuh gairah selalu ditunggu. Kalimat “sedang menulis pesan” pada kolom obrolan pesan dalam sosial media dapat membuat sebuah percakapan menjadi mengasyikkan jika si pengirim dan si penerima pesan sedang beriteraksi dengan tanpa jeda dan pesan terkirim sekilat mungkin tanpa perlu mengecek berkali-kali telepon genggam itu dengan kekhawatiran harus menunggu.
Aku selalu senang dengan sebuah obrolan, tapi malam ini aku benci semua kata, semua yang menunjukan dan membuat aku terdiam hanya karena sepenggal kata yang bagiku diperjelas maknanya oleh sebuah gambar. Orang-orang sedang ramai dengan semua kegilaannya mengunggah gambar dengan berbagai deretan kata yang terkadang begitu puitis, tapi tak pernah jelas untuk apa mereka sebenarnya menulis itu. Orang-orang sedang sibuk dengan gambar kemudian menyebarluaskan semuanya. Orang-orang akhir-akhir ini sibuk dengan apa yang ingin diunggahnya tapi mereka lupa dampak apa yang akan ditimbulkan dari tulisan dan unggahan gambar di sosial media itu. Orang-orang tak pernah mengerti bahwa ada seorang yang selalu memperbaharui sebuah informasi dengan melihat sosial media. Mungkin semua yang orang-orang sosial media itu tak semua benar, tak semua selalu berkaitan dengan dirinya. Orang-orang lupa bahwa akan selalu muncul banyak prasangka, akan selalu muncul banyak tanya. Hasil unggahan seorang laki-laki itu menusuk hatiku lantas aku mulai benci menerjemahkan itu sebagai sebuah hal yang biasa saja. Aku kemudian termenung, memikirkan kaitan kata dengan gambar. Aku kemudian berdiskusi dengan bayanganku.
Bersambung....
Penulis:
Rifa Nurafia
_______________
Image Credit: media.tumblr.com
Post a Comment
Salam, Pemuda!
Saatnya yang Muda yang Bicara!
Terima kasih telah berkunjung, silakan berkomentar :)
*Segala hal yang berkaitan dengan tulisan dalam website ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis tersebut sesuai yang tertera di bagian awal atau akhir tulisan.
________
// MudaBicara is one of Youth Community or Non-Profit Organization in Indonesia. We strive to provide a place for young people to voice ideas and literary works //